“PELAKSANAAN POLITIK KOLONIAL HINDIA – BELANDA DI INDONESIA (POLITIK PINTU TERBUKA, POLITIK ETHIS DAN POLITIK KESEJAHTERAAN)”

Rabu, 23 Agustus 2011 - AneMOnz!


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ketika J. van den Bosch memerintah di Indonesia, ia mendapatkan oposisi dari dewan Hindia. Johannes van den Bosch yang diangkat oleh raja Belanda menjadi komisaris jendral yang memiliki kekuasaan yang luar biasa, karena kekuasaannya itulah dia dapat menyingkirkan oposisinya dengan mudah, dan menjalankan sistem tanam paksa di Indonesia. Pada dasarnya, sistem tanam paksa ini, yang selama zaman Belanda disebut dengan cultuurstelsel, berarti pemulihan sistem eksploitasi berupa penyerahan – penyerahan wajib yang pernah dipraktikan oleh VOC dahulu. Kegagalan sistem pajak tanah meyakinkan J. van den Bosch, bahwa pemulihan sistem penyerahan wajib perlu sekali untuk memperoleh tanaman dagang yang bisa diekspor keluar negeri. Lagi pula pengalaman pajak tanah berlaku, telah memperlihatkan bahwa pemerintahan kolonial tidak dapat menciptakan hubungan dengan para petani yang secara efektif dapat menjamin arus tanaman ekspor yang dikehendaki tanpa mengadakan hubungan dahulu dengan para bupati dan kepala desa.

Perang Padri (1821 – 1837)

Selasa, 22 November 2011 - AneMonz!

 
Semula perang Padri merupakan perang saudara antara kaum adat dengan kaum Padri yang terjadi di Sumatra Barat. Namun pada perkembangan selanjutnya perang ini meluas menjadi perang antara rakyat Sumatra Barat melawan Belanda
Latar belakang Perang Padri  :
1.    Pertentangan antara Kaum adat dengan kaum Paderi
Kaum adat adalah penganut agama Islam namun mereka juga menjalankan adat kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti berjudi, minum minuman keras, dan menyabung ayam.
Kaum Padri  adalah mereka yang pulang dari ibadah haji dan ingin memberantas adat kebiasaan yang bertengangan dengan ajaran agama Islam.
2.    Campur tangan Belanda untuk membantu kaum adat melawan kaum Padri

Kaum Padri dipimpin oleh Datuk Malin Basa (Imam Bonjol), Tuanku Nan Renceh dan lain-lain. Mereka menggunakan siasat perang gerilya sementara Belanda menggunakan siasat benteng, yaitu mendirikan benteng untuk pertahanan, seperti benteng  Fort van der Capellen di Batu Sangkar dan benteng Fort de Kock di Bukit Tinggi. Perang sempat dihentikan sementara, karena Belanda butuh pasokan tentara yang ada di Sumatra untuk menumpas pemberontakan yang dilakukan Pangeran Diponegoro (di Jawa).
Setelah perang Diponegoro dapat dipadamkan maka tentara ditarik kembali ke Sumatra untuk melanjutkan peperangan melawan kaum Padri.  Dalam perkembangan berikutnya kaum Adat akhirnya bergabung dengan kaum Padri. Pada tahun 1837 pasukan Belanda berhasil menerobos benteng Bonjol dan dapat menangkap Tuanku Imam Bonjol. Selanjutnya Ia diasingkan ke Cianjur lalu dipindahkan ke Minahasa sampai akhirnya wafat. Maka berakhirlah perlawanan Kaum Padri dan Belanda berkuasa di Minangkabau.